Oleh: Jamrin Abubakar
DONGGALA, kota
tua di ujung barat Teluk Palu, Sulawesi Tengah banyak menyisahkan kisah masa
silam dalam lintas sejarah international. Nama dan cerita sosial politik pada
zamannya pun tercatat dalam sejumlah buku klasik yang ditulis para petualang dari
Barat.
Kota
Donggala sudah dikenal sejak abad XIII,
salah satu bandar niaga yang ramai dikunjungi bangsa-bangsa asing seperti
Tiongkok (Cina), Gudjarat (India), Spanyol, Portugis, Arab, Belanda dan
kerajaan-kerajaan Nusantara. Kota ini pernah menjadi salah satu gerbang perekonomian di Sulawei,
karena barang-barang yang masuk maupun yang keluar umumnya melewati Donggala, tempat berlabuhnya
beragam kapal niaga.
Selain
Josep Condrad, pengarang berkebangsaan Inggris kelahiran Polandia yang berkesan
terhadap Donggala, ada nama David Woodard seorang kapten kapal yang paling
berkesan dan lebih awal mengenal kota Donggala. Bisa jadi Josep Condrad datang
ke Donggala setelah membaca kisah perjalanan sang kapten David. Sedangkan Josep
sendiri menjadikan Donggala sebagai salah satu tempat penjelajahan Nusantara
(1858-1924) dan sempat menjalin persahabatan dengan La Sabanawa I Sangalea Dg
Paloera, raja Banawa palingke-7 (1845-1888).
Mengenai
kehadiran David Woodard seorang kapten kapal dagang Amerika
Enterprise bersama 4 orang anak buahnya di Donggala 1793-1795 disebabkan karena
penyandraan. Kisah kapten itu dapat
dibaca dalam bagian buku Indonesia Timur
Tempo Doeloe 1544-1992 dengan judul asli To the Spice Islands and Beyond Travels in Eastrn Indonesia, disusun
George Miller sejarawan Australia dan diterjemahkan oleh Maria Agustina dan
disunting Devy Lubis. Kisah tersebut sebetulnya lebih lengkap dalam buku The Narrative of Captain David Woodard
yang pernah diterbitkan di London.
Namun di sini saya hanya
membicarakan info dari buku Indonesia Timur Tempo Doeloe yang diterbitkan
Komunitas Bambu, Januari 2012. Salah satu bagian memuat tulisan David Woodard; Uniknya Kehidupan di Pantai Barat Sulawesi,
bersumber dari sebuah jurnal yang diterbitkan David tahun 1804. Buku ini merupakan bunga rampai
tulisan sejumlah petualang/penulis asing tentang wilayh-wilayah Timur Indonesia. Selain
memuat tentang Donggala (Sulawesi
Tengah), ada pula tulisan tentang Makassar, Toraja, Ternate, Papua, Lombok, Pulau Komodo, Timor-Timur dan lainnya
total ada 28 kisah masing-masing seorang penulis tentang wilayah Indonesia
Timur.
Di antara tulisan tersebut,
sebagai pembaca saya apresiasi khusus adalah kisah yang ditulis langsung David
Woodard dimana lokasi ceritanya telah menjadi bagian dari wilayah dimana saya
dapat merasakan tempat tersebut, DONGGALA. Meskipun dalam buku karya Miller ini
hanya bagian kecil kisah sang pelaut Woodard, tapi setidaknya pembaca dapat
memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial politik, ekonomi dan budaya
masyarakat Kota Donggala abad ke 18 atau 219 tahun silam. Dari catatannya itu
pula dapat diketahui tentang tokoh agama Islam (bergelar Tuan haji) sudah sangat kuat dalam kehidupan politik yang
sangat “berpengaruh” pada pemimpin adat (raja) yang berkuasa.
Woodard bukanlah etnolog,
maka dalam mengidentifikasi orang yang tinggal di Donggala dan sekitarnya ketika
itu tidak berdasarkan sebutan etnis lokal. Melainkan dengan sebutan orang
Melayu sebagaimana lazimnya berbahasa Melayu di wilayah Nusantara, maka orang
Donggala diklasifikasikan sebagai Melayu.
Di antara kisah David
Woodard, yaitu sewaktu berada di Donggala tahun 1793 yang kehadirannya ketika
itu dianggap unik dan aneh oleh warga setempat. Bersama rekannya dikerumuni
warga, bahkan badannya diperiksa hingga didudukkan di kursi persidangan oleh kepala
suku atau sebagai raja. Saking ketakutan ia sempat berlutut di kaki kepala suku
untuk minta pengampunan agar tidak dibunuh. Hari pertama ia hanya disuguhkan
kelapa muda sebagai makanan, padahal mereka sangat lapar. Makanan selanjutnya
yang sering dinikmatinya yaitu jagung
dan makanan (roti) terbuat dari sagu, bahkan di antara rekan David ikut membuat
sagu di tengah hutan bersama warga. Apalagi mereka pun akhirnya menyatu dengan
masyarakat dan ditempatkan dalam sebuah rumah, sehingga dapat mencari sendiri
makanan.
Diceritakan suatu hari, ia
berhasil menangkap seekor babi hutan dengan cara menombak. Namun warga sempat
keberatan karena bagi warga muslim merupakan binatang haram dikonsumsi, namun
David kemudian setelah mengasapi daging itu ia sembunyikan dengan bukukusan
daun di tengah hutan. Setiap hendak makan barulah ia mengambilnya lagi, hal ini
dilakukan hingga 10 hari.
Perkawinan
Putra Raja Mindanao dengan Putri Raja Donggala
Pokoknya kisah pelaut itu
bukan saja menyedihkan dan tragis, tapi sekaligus diwarnai pergulatan yang lucu
di tengah masyarakat yang masih sangat polos ketika itu. Dari kisah itu pula
diceritakan ada seorang tokoh berpengaruh
dan sangat dihormati, akrab disapa Tuan Haji, namanya Haji Omar. Ketika seorang
raja yang juga bajak laut dari Mindanau, Filipina dengan nama Raja Tomba datang
ke Donggala dengan maksud melamar putri dari Tooa, Raja Donggala, maka Tuan
Haji itulah yang menjadi salah satu mengrus perkawinan. Ternyata antara Raja
dari Mindanao dan Tuan Haji itu sudah saling kenal sewaktu ia pergi ke Mindanao.
Sebutan raja Tooa (berarti
raja yang tua, David tidak menyebut nama sebenarnya raja itu). Kecuali putra
raja tooa disebutnya Arvo pada saat itu
kekuasaan telah dilimpahkan padanya sebagai raja muda Donggala).
Kesaksian Woodard dalam
prosesi pelamaran hingga perkawinan antara putra raja dari Mindanao dengan
putri Raja Donggala itu sangat menarik disimak, di situ digambarkan suasana
yang sangat dramatis sekaligus syarat dengan nilai-nilai kultur orang Donggala
ketika itu sangat kental. Imajinasi pembaca dapat merasakan betapa mewahnya
pesta anak raja ketika itu. Dalam
prosesi kedatangan putra Mindanao itu saja dilakukan secara teatrikal dengan
pertempuran palsu dikawal 20 awak kapal bersenjata lengkap yang kemudian
disambut pula 30 orang bersenjata dengan perisai lengkap hingga rombongan
menuju gerbang kota.
Tradisi
yang tersisa
Dalam kesaksian tentang
jejak-jejak kisah David Woodard tentang kota Donggala 200 tahun lebih di masa
silam itu, sudah banyak yang berubah dan tak terlacak. Di antaranya nama Travalla yang disebutnya sebuah kota
yang letaknya agak ke selatan dari Donggala. Di kota Travalla itulah pertama
kali David dibawa untuk diadili dalam pertemuan pertemuan.
Sebagai orang Donggala, pada
saat saya membaca tulisan tersebut, langsung bertanya-tanya yang manakah Travalla sekarang ini? Wah ini menarik
kalau tak jauh dari arah selatan Donggala dulu ada nama Travalla. Tapi tak ada
lagi yang mengetahui saat ini. Mungkinkan ini sebuah kota yang hilang? Atau
telah ganti nama? “Ini menarik dilacak kembali.” Begitu saya bertanya. Sebab
saat ini ada banyak nama permukiman di sana.
Terakhir setelah sempat
melakukan posting di facebook tentang
TRAVALLA itu, akhirnya saya mendapat informasi dari kawan Sairin kalau Travalla
menurut James T Collins (ahli sejarah bahasa) Travalla yang dimaksud oleh
Woodard adalah Towale. Nama Towale merupakan salah satu desa di Kecamatan
Banawa Tengah, sekitar 15 km dari Kota Donggala. Towale (Tovale) memang
merupakan kampung tua di Banawa yang kaya dengan cerita rakyat atau legenda
sejak zaman dahulu yang nyaris dipercaya sebagian warga setempat.
Sedangkan jejak masa silam
yang masih tersisa saat ini yaitu tradisi menenun kain (disebut sarung
Donggala) paling banyak terdapat di Towale. Pada saat Woodard datang ke
Donggala tahun 1793 ia masih menyaksikan orang membuat kain. Menariknya saat
itu bahan tenun semuanya terbuat dari kapas yang ditanam penduduk setempat dan
dipintal sendiri hingga menjadi kain sutra dengan pewarna celupan. Bedanya
dengan sekarang, tidak lagi dengan kapas buatan, melainkan dengan benang-benang
hasil pabrika modern.
Jejak pembuatan makanan dari
sagu hingga kini bisa pula disaksikan di Donggala, terutama di Kecamatan Banawa
Tengah dan Banawa Selatan tak jauh dari kota Donggala. Tradisi ini belum
berubah sejak kehadiran para bajak laut ke Donggala, ketika zaman hukum
internasional belum berlaku seperti saat ini.
(Jamrin Abubakar, peminat sejarah dan budaya tinggal di Donggala)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar