Cangcor - Wentira atau tulisannya
‘uwentira’ secara kasat mata hanyalah sebutan untuk sebuah jembatan
untuk menyeberangi sungai di daerah kebun kopi sulawesi tengah.
Wentira bagi anda yang bukan warga asli Sulawesi tengah memang asing di dengar, di sini saya akan mencoba ceritakan kepada pembaca tentang kehidupan di alam wentira yang kalau di lihat dengan mata biasa hanyalah sebuah tikungan tajam yang merupakan jembatan, tugu dan sebuah pondok peristrahatan di pinggir jalannya. Akan tetapi bagi mereka yang sudah pernah masuk ke wilayah Uwentira, kota ini bagaikan kota termodern di dunia bahakan dianalogikan seperti Kota Paris di Perancis. Wentira ini terdapat di Kebun Kopi (lintas Trans-Sulawesi) Jl poros tawaeli – Toboli. Menurut keyakinan masyarakat setempat, yang disebut kawasan Wentira atau Uwentira adalah wilayah yang sekarang dikenal sebagai kawasan kebun kopi, di jalan Trans Sulawesi poros Sulawesi Selatan – Sulawesi Tengah. Di sekitar sana tidak ada pemukiman penduduk hanya pohon-pohon yang menjulang tinggi berwarna keputih-putihan ditandai dengan sebuah jembatan yang konon hanya orang yang mampu melihat hal-hal gaib-lah yang bisa melihat kalau ternyata jembatan itu juga merupakan pintu gerbang untuk masuk ke Kerajaan mistis Uwentira.
Menurut orang Kaili (Suku asli di Sulteng) di jalan poros Tawaeli – Toboli tersebut ada satu jembatan yang sangat tua usianya. Konon katanya, masih buatan Belanda. Di sampingnya ada satu jembatan jembatan beton yang digunakan konon tahun 1980-an setiap kendaraan yg lewat wajib memberi kode lampu atau setidaknya klakson sebagai tanda permisi mau lewat. Hal tersebut dilakukan menurut warga setempat adalah sebagai tanda izin atau permisi untuk melewati gerbang kota uwentira tersebut.
Kawasan Uwentira yang terletak di Kebun Kopi ini dikenal cukup berat, menanjak dengan kemiringan tajam. Belum lagi sering terjadi longsor. Jembatan tua itu masih ada hingga kini, dan bahkan sekarang ada sebuah tugu berwarna kuning bertuliskan NGAPA UWENTIRA. Ngapa dalam bahasa Kaili berarti Kampung, Negeri atau Kota. Uwentira berarti tidak kasat mata. Jadi NGAPA UWENTIA berarti Kota UWENTIRA.
Wentira bagi anda yang bukan warga asli Sulawesi tengah memang asing di dengar, di sini saya akan mencoba ceritakan kepada pembaca tentang kehidupan di alam wentira yang kalau di lihat dengan mata biasa hanyalah sebuah tikungan tajam yang merupakan jembatan, tugu dan sebuah pondok peristrahatan di pinggir jalannya. Akan tetapi bagi mereka yang sudah pernah masuk ke wilayah Uwentira, kota ini bagaikan kota termodern di dunia bahakan dianalogikan seperti Kota Paris di Perancis. Wentira ini terdapat di Kebun Kopi (lintas Trans-Sulawesi) Jl poros tawaeli – Toboli. Menurut keyakinan masyarakat setempat, yang disebut kawasan Wentira atau Uwentira adalah wilayah yang sekarang dikenal sebagai kawasan kebun kopi, di jalan Trans Sulawesi poros Sulawesi Selatan – Sulawesi Tengah. Di sekitar sana tidak ada pemukiman penduduk hanya pohon-pohon yang menjulang tinggi berwarna keputih-putihan ditandai dengan sebuah jembatan yang konon hanya orang yang mampu melihat hal-hal gaib-lah yang bisa melihat kalau ternyata jembatan itu juga merupakan pintu gerbang untuk masuk ke Kerajaan mistis Uwentira.
Menurut orang Kaili (Suku asli di Sulteng) di jalan poros Tawaeli – Toboli tersebut ada satu jembatan yang sangat tua usianya. Konon katanya, masih buatan Belanda. Di sampingnya ada satu jembatan jembatan beton yang digunakan konon tahun 1980-an setiap kendaraan yg lewat wajib memberi kode lampu atau setidaknya klakson sebagai tanda permisi mau lewat. Hal tersebut dilakukan menurut warga setempat adalah sebagai tanda izin atau permisi untuk melewati gerbang kota uwentira tersebut.
Kawasan Uwentira yang terletak di Kebun Kopi ini dikenal cukup berat, menanjak dengan kemiringan tajam. Belum lagi sering terjadi longsor. Jembatan tua itu masih ada hingga kini, dan bahkan sekarang ada sebuah tugu berwarna kuning bertuliskan NGAPA UWENTIRA. Ngapa dalam bahasa Kaili berarti Kampung, Negeri atau Kota. Uwentira berarti tidak kasat mata. Jadi NGAPA UWENTIA berarti Kota UWENTIRA.
Konon hanya orang yang mampu melihat hal-hal gaib-lah yang bisa melihat kalau ternyata jembatan itu juga merupakan pintu gerbang untuk masuk ke Kerajaan mistis Wentira.
Untuk masuk ke Wentira, tidak sembarangan, hanya yang dikehendaki dan diizinkan oleh penghuni Wentira yang boleh masuk.
Kisah Wentira : Kisah berikut agaknya sejalan dengan cerita yang saya
dapatkan dari beberapa sumber di Palu maupun di luar Palu. Warga
Uwentira tidak punya garis pemisah diatas tengah bibir, seperti layaknya
manusia normal. Kota Uwentira pun di dominasi oleh warna Kuning
ke-emasan baik itu gedung, kendaraan bahkan pakaian warga Uwentira di
dominasi oleh warna tersebut. Bahkan ada beberapa kalangan menyebut
Uwentira sebagai“Atlantis” yang hilang.
Berikut kisah nyata tentang kota Uwentira.
Berikut kisah nyata tentang kota Uwentira.
1. Azizah (Biromaru, KAB.SIGI)
Cerita ini di angkat dari kisah nyata Azizah seorang wanita tomboi
dan ibunya yang tinggal di Biromaru KAB.SIGI yang sedang bepergian
meninggalkan kota Palu untuk berangkat ke kota Poso.
Pada saat itu mereka berangkat dari kota Palu menuju kota Poso pada
jam 10 malam. Di tengah perjalanan ibu Azizah ngantuk berat dan tak bisa
lagi untuk menahan rasa ngantuknya. Ibu Azizah berkata pada Azizah
“Ijah ane mamala mengelo tampa maturumo ruru kita, naroyo gagamo mataku
hi eva domo mamala kutaha” yang artinya “Ijah kalau bisa kita cari
tempat tidur saja dulu, mama sudah gantuk sekali ini sudah tidak bisa
mama tahan”. dan kebetulan pada saat itu Azizah sudah merasakan
ngantuknya menjawab iye ma “iya ma”. Berselang 10 menit berjalan
mengedarai motor mereka melihat sebuah Rumah Makan dan Tempat
peristrahatan yang mewah di Kota yang begitu besar dan di diami oleh
ribuan bahkan jutaan penduduk. kemewahannya mengalahkan kemewahan Rumah
Makan dan Tempat peristrahatan yang pernah di kunjunginya di kota Palu
dan besar kota itu seperti besar kota yang ada di luar negeri seperti
Paris, tutur Azizah dan Ibunya. Mereka berduapun heran dan
bertanya-tanya dalam hati kota apakah ini ? dengan memberanikan diri
mereka menuju ke tempat peristrahatan itu kerana tidak tahan lagi ingin
tidur. ketika mereka melangkahkan kaki menuju tempat peristrahatan
tersebut Azizah di sapa oleh seorang aki-aki yang duduk di bawah pohon
yang sangat besar (Pohon Nunu) dangan memakai pakaian yang sangat kotor.
“Anda dari mana dan mau kemana nak?” tanya aki. “saya dan ibu dari Palu
mau pergi ke Poso jenguk keluarga yang sakit !! ” jawab Azizah. spontan
aki itu memberikan iya nasihat, Hai anak mudah janganlah kau
banyak-banyak meluangkan waktumu di Kota ini karena kota ini akan
memintamu untuk tinggal di sini selamanya. Azizahpun terkejut dan
bertanya kepada aki tersebut, ki apa nama kota besar ini ? aki menjawab
nama kota ini dalah Kota UWENTIRA. setelah mendengar nama itu bulu kuduk
Azizahpun merinding dan iya mulai menengokkan kepalanya di sisi demi
sisi kota wentira tersebut. Setelah iya ingin bertanya lagi kepada aki
itu di palingkannya kepalanya dan terkejut melihat aki sudah tidak ada
entah tau kemana. Iyapun berlari kepada ibunya yang hendak baring di
sofa empuk dan menarik ibunya untuk segera pergi dari tempat itu karena
setelah mendengar nasihat aki tersebut iya paham bahwa kota ini bukan
kota di alam nyata melainkan kotanya mahluk gaib. Ibunya terkejud dan
bertanya Nakuya Ijah ? (Kenapa Ijah ?), ibunya bertanya berulang ulang
kali tapi Azizah tdk menjawab 1 pun pertanyaan dari ibunya dan terus
menarik ibunya untuk pergi dari tempat itu. Sebelum mereka meninggalkan
Kota besar itu Azizah memberikan tanda denga merobek sehelai bajunya dan
mengikatnya di sebuah pohon kecil yang berada di depan pintu masuk kota
tersebut.
Setelah 2 hari di poso, merakapun pulang ke Palu. saat mereka pulang dari Poso menuju Palu, di sepanjang perjalanan Azizah menengok kekiri dan kekanan. Ibunya bertanya “nakuya ijah ? dako pangane iko aga ngali hau ngali tumai kaupuna kita aga mapola ranjalu !!” artinya “ada apa Ijah ? dari tadi kau hanya tengok sana tengok sini terakhir kita hanya jatuh di jurang nanti !!”.
tidak ma ada yang mau saya lihat di sekitaran jalan yang kita lewati ini jawab Azizah. tak lama kemudian Azizah pun melihat kain baju yang di ikatkannya di pohon kecil di pintu masuk kota besar tersebut 2 malam yang lalu. dan iya terkejut ternyata keindahan kota yang mereka lihat 2 malam yang lalu hanyalah sebuah jembatan dan sebuah pondok peristrahatan yang kecil beserta hutan dan jurang yang berada di sekelilingnya. Iyapun hanya diam dan tidak brcerita apapun sepanjang perjalanan pulang kepalu. Hingga kini Azizah tidak bisa melupakan kejadian yang luar biasa dalam kehidupannya ini.
Setelah 2 hari di poso, merakapun pulang ke Palu. saat mereka pulang dari Poso menuju Palu, di sepanjang perjalanan Azizah menengok kekiri dan kekanan. Ibunya bertanya “nakuya ijah ? dako pangane iko aga ngali hau ngali tumai kaupuna kita aga mapola ranjalu !!” artinya “ada apa Ijah ? dari tadi kau hanya tengok sana tengok sini terakhir kita hanya jatuh di jurang nanti !!”.
tidak ma ada yang mau saya lihat di sekitaran jalan yang kita lewati ini jawab Azizah. tak lama kemudian Azizah pun melihat kain baju yang di ikatkannya di pohon kecil di pintu masuk kota besar tersebut 2 malam yang lalu. dan iya terkejut ternyata keindahan kota yang mereka lihat 2 malam yang lalu hanyalah sebuah jembatan dan sebuah pondok peristrahatan yang kecil beserta hutan dan jurang yang berada di sekelilingnya. Iyapun hanya diam dan tidak brcerita apapun sepanjang perjalanan pulang kepalu. Hingga kini Azizah tidak bisa melupakan kejadian yang luar biasa dalam kehidupannya ini.
2. Cerita Sulwan Dase
To Wentira (ditulis Uwentira), demikian masyarakat Palu menyebut
komunitas ini. Terletak disebuah kawasan yang bernama Wentira. Orang
Toraja kuno menyebutnya To Wae Ntira. Menurut beberapa kawan
menceritakan pengalaman mereka saat bertemu degan orang-orang To
Wentira. Katanya, kita seolah-olah terombang-ambing diantara dunia nyata
dan dunia maya, rasionalitas, dan supranatural. Bingung bercampur
takjub. Antara percaya dan tidak percaya.
Menurut mereka yang pernah ke “Kota Wentira”, kota itu sangat modern, degan peradabana yang sangat luar biasa. Semua jenis kendaraan ada disana (termasuk MRT). Masyarakatnya makmur dan serba berada. Yang menjadi persoalan adalah, pintu masuk ke kota tsb. Hampir tak satu orang pun bisa menjelaskn secara pasti lokasi jalan masuk. beberapa menjelaskan bahwa pintu masuk degan kendaraan roda dua dan mobil adalah melalui sebuah jembatan beratap. Jembatan ini sebenarnya menjembatani sebuah sungai yang membentang. Secara logika, bila kita masuk ke ujung satu pastilah bisa tiba di ujung satunya. Namun keanehan terjadi. Kadang-kadang ketika sebuah mobil memasuki ujung jembatan, mobil itu tdk pernah lagi keluar di ujung satunya. Beberapa hari kemudian, biarlah pengendara mobil itu bercerita bahwa mereka baru saja pulang dari Kota Wentira, di mana segala sesuatunya ada disana.
Persoalannya, di bagian mana dari jembatan itu yg menjadi pintu masuknya? Sebab mobil tsb ketika memasuki jembatan, menghilang begitu saja dari pandangan mata. Sewaktu saya bertanya kepada beberap kawan yg pernah kesana, mengatakan, tempat itu sangat luar biasa. Namun tidak ada lagi yang berani kesana.
Menurut mereka yang pernah ke “Kota Wentira”, kota itu sangat modern, degan peradabana yang sangat luar biasa. Semua jenis kendaraan ada disana (termasuk MRT). Masyarakatnya makmur dan serba berada. Yang menjadi persoalan adalah, pintu masuk ke kota tsb. Hampir tak satu orang pun bisa menjelaskn secara pasti lokasi jalan masuk. beberapa menjelaskan bahwa pintu masuk degan kendaraan roda dua dan mobil adalah melalui sebuah jembatan beratap. Jembatan ini sebenarnya menjembatani sebuah sungai yang membentang. Secara logika, bila kita masuk ke ujung satu pastilah bisa tiba di ujung satunya. Namun keanehan terjadi. Kadang-kadang ketika sebuah mobil memasuki ujung jembatan, mobil itu tdk pernah lagi keluar di ujung satunya. Beberapa hari kemudian, biarlah pengendara mobil itu bercerita bahwa mereka baru saja pulang dari Kota Wentira, di mana segala sesuatunya ada disana.
Persoalannya, di bagian mana dari jembatan itu yg menjadi pintu masuknya? Sebab mobil tsb ketika memasuki jembatan, menghilang begitu saja dari pandangan mata. Sewaktu saya bertanya kepada beberap kawan yg pernah kesana, mengatakan, tempat itu sangat luar biasa. Namun tidak ada lagi yang berani kesana.
3. Cerita LES Kala’tiku
Saya ingat suatu kejadian aneh yang saya dengar dari Bapak saya
sendiri. Waktu itu Bapak mempunyai proyek di daerah lokasi wentira.
niatnya sih jalan-jalan di jembatan itu tapi pas memasuki mulut jembatan
menurut teman proyeknya mobil truk yang pakai teman saya dan supirnya
tiba-tiba hilang seakanakan di telan oleh jembatan itu. terus terang ini
tidak masuk di akal tapi kenyataan terjadi. tapi sayang teman kantor
saya ini tidak mau menceritakannya pak jadi jujur saya juga jadi
penasaran dengan cerita teman saya yang katanya kota itu luar biasa
modern. yah antara kenyataan dan fiksi.
4. Kesaksian PS Patandung
To wentira menurut orang Kaili (Suku asli di Sulteng) ada di
sekitar kebun kopi ( Jl poros tawaeli – Toboli ) di jalan poros tersebut
ada satu jembatan yang masih ada sampai sekarang. Konon katanya, masih
buatan Belanda. Di sampingnya ada satu jembatan jembatan beton yang
digunakan konon tahun 1980-an setiap kendaraan yg lewat wajib memberi
kode lampu atau setidaknya klakson sebagai tanda permisi mau lewat.
Saya sudah beberapa kali melewati kawasan Kebun Kopi yang
disebut-sebut dua teman terakhir ini. Kawasan ini dikenal cukup berat,
menanjak dengan kemiringan tajam. Belum lagi sering terjadi longsong.
Jembatan itu masih ada, dan bahkan sekarang ada sebuah tugu berwarna
kuning bertuliskan NGAPA UWENTIRA. Ngapa dalam bahasa Kaili berarti
Kampung,Negeri atau Kota. Uwentira berarti tidak kasat mata. Jadi NGAPA
UWENTIA berarti Kota UWENTIRA.
5. Andy (Jakarta)
SESEORANG yang mengaku baru pulang dari tanah paling suci tiba-tiba
muncul di kantor Andy. Dengan tutur kata memikat tiada tara yang
membuat semua lawan bicara kehilangan kata-kata, ia meminta Andy untuk
mengunjungi Wentira, daerah yang dipastikan bakal membuatnya jatuh
cinta.
Anda boleh percaya atau tidak, tetapi hampir semua orang di wilayah
Palu, Parigi, termasuk kabupaten baru bernama Parimot (Parigi Motong),
tempat dalam lintas daerah-daerah tersebut Wentira berada, percaya bahwa
kisah ini benar-benar terjadi. Mereka percaya, Wentira, daerah paling
wingit di wilayah setempat -sebagaimana beberapa kali pernah terjadi-
lagi-lagi mengirimkan makhluknya muncul dari alam maya, dan kali ini
yang disatroni rupanya Andy, seorang arsitek, urban designer atau
perencana kota yang dikenal dengan proyek-proyeknya yang modern.
Wentira sebenarnya hanya daerah berhutan lebat, jauh dari mana-mana, di antara Palu-Parigi, di lintas jalan yang disebut orang sebagai Trans-Sulawesi. Pohon-pohon raksasa tumbuh di pinggir jalan, dengan bentuk batang besar, putih, cenderung lurus, menjulang sangat tinggi seakan ingin menggapai langit. Batang pohon itu begitu lurus, dan baru di bagian sangat atas di ketinggian, tumbuh dahan dan cabangnya dengan daun-daun yang menjadi sangat kecil-kecil kalau dilihat dari bawah. Konon, tak ada seorang pun berani menebang pohon seperti itu.
Di antara kesenyapan hutan, rimbunnya semak-semak di pinggir jalan, terdapat jembatan tak seberapa besar. Persis jembatan berikut jurang dan ngarai tajam di sekitar situlah dipercaya orang sebagai “pusat Wentira”, negeri jin dan para lelembut, yang lewat berbagai cerita, dikatakan penghuninya sering keluar dari dunia mayanya, masuk dan menyatu dalam kehidupan manusia sehari-hari.
"Wentira…" Orang terkesiap ketika Andy menunjukkan kartu nama, yang memang tertulis "Wentira" sebagai alamat si empunya nama. Semua orang yang mengenal Wentira termangu-mangu, merinding mendengar cerita Andy yang begitu yakin, bahwa dia bukan saja berhubungan langsung dengan orang yang mengaku dari Wentira, tetapi beberapa kali ia mengunjung Wentira, tinggal di sana beberapa waktu, bahkan telah menyelesaikan proyek yang tiada terkira artinya baginya.
"Tahukah Mas Andy apa itu Wentira?"
"Ya, saya tidak mengira bahwa di Palu ada daerah seramai dan semodern itu," kata Andy.
Mati, Mas Andy telah percaya pada eksistensi dunia maya sebagai benar-benar ada,tangible seperti kartu nama yang dipegangnya. Lanjut Andy, seperti mimpi, “Tak ada dalam bayangan saya, bahwa saya bakal bisa menjumpai kota abad 21 seperti Paris-La Defense di situ. Taman kotanya mengingatkan saya pada Parc Culturel Urbain de la Villette, dengan monumen berupa tangga merah melingkar yang oleh orang sana disebut Folies. Sejarah masa depan arsitektur seakan telah dimulai dari situ, dalam bentuk arsitektur virtual, arsitektur maya, sesuatu yang hanya dimungkinkan perencanaannya setelah kemajuan proses komputer…”
Pendengarnya takjub, sekaligus makin tidak paham. Mereka geleng-geleng kepala. “Anak ini benar-benar telah dibawa jin ke Wentira…”
***
BEGITULAH, konon orang yang mengaku baru pulang dari tanah paling suci tadi, meminta Andy untuk datang ke Wentira, untuk membangunkan rumah baru baginya.
"Saya tidak pernah membangun rumah tinggal pribadi Pak…," kata Andy sopan, menolak secara halus tawaran orang itu.
"Tapi Pak Andy arsitek?"
"Ya, tetapi kegiatan saya lebih banyak pada perencanaan kota," ujarnya. Ia ingin menerangkan lebih lanjut, bahwa dia adalah urban designer, dengan proyek-proyek begitu luas lingkupnya, dari penataan kembali ruang kumuh bagi masyarakat miskin sampai pembangunan kota modern untuk lokasi perkantoran dan bangunan-bangunan komersial, tetapi ia pikir itu semua kurang ada gunanya.
Yang diajaknya bicara, tersenyum arif. “Kalau begitu tidak apa-apa. Pak Andy tidak perlu merasa punya beban atas permintaan saya. Saya selalu merasa, bisa berkenalan dengan seseorang saja sudah suatu berkah, melebihi apa saja, apalagi hanya dibanding rumah. Oleh karenanya saya akan mengundang Pak Andy ke Wentira saja. Nanti seseorang akan menyediakan tiket. Pak Andy bisa berangkat kapan saja, pokoknya tinggal beri tahu kami, dan nanti kami akan menjemput di airport. Belum pernah kan, ke Wentira? Anggaplah ini hanya ajakan berpiknik dan berteman, tidak ada yang lain…,” ucap tamunya santun.
Andy yang halus perasaannya, tidak berkutik. Dia tarmangu-mangu memandang tamunya yang datang seperti angin, dan berlalu sebagai angin pula. Langkahnya begitu ringan seperti rase terbang. Bau tubuh yang ditinggalkannya adalah wangi hutan ketika dunia -dalam bahasa Andy sendiri-masih terjaga oleh matriks pusat-pusat kosmos yang sakral. Ia teringat aurora alam yang membesarkan dirinya, berupa candi-candi yang sebenarnya merupakan Mehru -pusat kosmos yang merupakan sumbu bumi yang menjulang ke atas menggapai surga tertinggi. Pesan hidup seperti itulah yang telah membawanya menjadi seorang arsitek, yang urusannya kemudian bukan membangun rumah, melainkan ingin membawa manusia menuju ke kemuliannya lewat lingkungan yang terjaga keseimbangan kosmosnya.
Mendadak dia menangkap suatu hawa yang seakan menyedotnya untuk segera hadir di Wentira. Entah nyata atau tidak ini semua, ia sendiri merasa datang ke Wentira dengan naik pesawat dengan tiket yang sudah disediakan, dan di airport sudah tersedia mobil bagus barikut sopir menjemputnya.
Pengalaman berikutnya dirasakannya sebagai mimpi. Ia nyaris tak mempercayai penglihatannya, bahwa Wentira adalah daerah ultra modern yang padanannya hanya bisa dia dapat pada referensi baik ketika ia sekolah mengenai sejarah urban dan desain di Wisconsin, Amerika, ataupun pada perencanaan urban dan regional di Glasgow, Inggris.
Dia melihat piramid kaca dengan konstruksi besi yang dibangun dengan berani dan manis, sebagai bagian pintu masuk dari bangunan besar yang kata si sopir, tempat menyimpan barang-barang berharga, dari patung Medusa karya Gericault, sampai ke maket sebuah museum di Berlin karya Daniel Libeskind yang merupakan tonggak bangunan paska-modernisme. Seketika Andy merasa kecil, dan menyesali belaka atas impresi yang hendak ia tunjukkan pada tamu yang telah mengundangnya ke Wentira ini.
"Siapa sebenarnya dia? Dan daerah apa pula ini?" kata Andy dalam hati.
Tempat tinggal orang yang mengundangnya itu sendiri berupa bangunan dengan facadeboleh dikata terdiri hanya dari tiga elemen: kaca, besi, dan sesuatu yang serba putih, entah apa materinya, ia kurang mengenalinya. Sepintas ia teringat Georges Pompidou Centre di Paris. “Semua bentuk ini mengambil primary form. Ia mengonsepkan bangunan ini dalam era modernisme,” ucap Andy, lagi-lagi hanya dalam hati. Ia mengamati segalanya dengan gumun. Bisiknya, “Benar, primary form. Yang ada hanya bentuk kotak-kotak seperti lukisan Picasso, serta warna-warna dasar seperti dipakai Mondrian.”
Pikirannya masih melayang ke mana-mana, ketika dia dikejutkan oleh sambutan tuan rumah yang luar biasa hangat.
"Sampai juga kan, di sini. Jangan merasa sebagai tamu, dan jangan sungkan untuk menunjuk atau melakukan apa saja yang Pak Andy suka," kata si tuan rumah. Di rumah yang seperti "miniatur Georges Pompidou Centre’ ini rupanya tinggal keluarga besar. Tuan rumah mengenalkan istri, anak, saudara istri, keponakan, dan lain-lain yang sulit diingat Andy satu-persatu. Yang jelas, wajah mereka tampan-tampan dan cantik-cantik.
Ia dijamu berbagai makanan, yang katanya merupakan makanan khas setempat. Ada sup sumsum sapi yang bernama kaledo, minuman yang sangat mengesankan rasanya, disajikan dalam keadaan hangat, bernama saraba, dan lain-lain. Belum lagi lobsternya, yang terasa tak ada duanya. Benar-benar santapan raja. Berangsur-angsur Andy merasa betah. Ada proses sedemikian rupa yang tidak dia pahami, dimana dia kemudian merasa seperti di rumah sendiri.
Pagi hari, seiring sarapan, kepadanya disajikan juice buah-buahan seperti wortel, jeruk, yang kesegaran buah-buahannya lagi-lagi mengingatkannya ketika dia bersekolah di Amerika dan Inggris. Akhirnya, dia tak bertanya-tanya lagi, di mana dia ini sebenarnya. Ia hanya tahu, ini Wentira -sebuah daerah ultra modern yang untuk sebagian orang barangkali hanya dianggap mimpi. Dia menerima Wentira dengan segenap jiwa, menerimanya sebagaimana adanya…
***
DUNIA wadah manusia dan dunia maya entah alam mana, gagasan paling scientific dan mimpi, bertaut-taut menjadi satu. Para staf dan pegawainya di kantor agak heran setiap kali “bos”-nya itu memberi briefing mengenai proyek di Wentira. Tidak seperti pada proyek-proyek yang lain, setiap kali bicara mengenai Wentira, si bos berubah menjadi pendongeng, dengan dongeng yang memukau. Sampai-sampai, staf andalannya, arsitek wanita paling cantik sekantor, mengaku terbawa mimpi tentang Wentira.
"Pak, saya ingin ikut ke Wentira, menginap di sana," kata staf tersebut.
"Hush…," Andy menukas.
Sekian waktu kemudian proyek tersebut terselesaikan. Ketika ia menyerahkan bangunan yang telah selesai kepada pemesannya, sebenarnya Andy masih ditahan untuk tidak meninggalkan Wentira. Diam-diam, keluarga besar itu ingin menjodohkan Andy dengan putri setempat, salah satu kerabat mereka, yang belum menikah.
"Dia cantik, seperti bintang film Maggie Cheung," katanya. "Namun saya tidak tertarik, karena wanita semacam itu terkesan galak di mata saya. Suka menggampar, menyiram air ke muka orang, bahkan seperti dalam film, diceritakan dia hendak membunuh raja. Saya tidak suka wanita yang galak. Saya mencari wanita yang romantis…," kenang Andy sambil tertawa.
"Untung Mas Andy tidak mau dijodohkan di situ. Kalau mau, Mas Andy tidak akan pernah kembali ke dunia nyata," komentar orang yang mendengar ceritanya.
Semua orang menganggap, dunia yang diceritakan Andy adalah dunia gaib, dunia alam maya yang tidak ada di dunia nyata. Sebaliknya, Andy percaya sepenuhnya, bahwa Wentira adalah dunia nyata, bahkan sampai “Maggie Cheung” tadi pun benar-benar ada..
Wentira sebenarnya hanya daerah berhutan lebat, jauh dari mana-mana, di antara Palu-Parigi, di lintas jalan yang disebut orang sebagai Trans-Sulawesi. Pohon-pohon raksasa tumbuh di pinggir jalan, dengan bentuk batang besar, putih, cenderung lurus, menjulang sangat tinggi seakan ingin menggapai langit. Batang pohon itu begitu lurus, dan baru di bagian sangat atas di ketinggian, tumbuh dahan dan cabangnya dengan daun-daun yang menjadi sangat kecil-kecil kalau dilihat dari bawah. Konon, tak ada seorang pun berani menebang pohon seperti itu.
Di antara kesenyapan hutan, rimbunnya semak-semak di pinggir jalan, terdapat jembatan tak seberapa besar. Persis jembatan berikut jurang dan ngarai tajam di sekitar situlah dipercaya orang sebagai “pusat Wentira”, negeri jin dan para lelembut, yang lewat berbagai cerita, dikatakan penghuninya sering keluar dari dunia mayanya, masuk dan menyatu dalam kehidupan manusia sehari-hari.
"Wentira…" Orang terkesiap ketika Andy menunjukkan kartu nama, yang memang tertulis "Wentira" sebagai alamat si empunya nama. Semua orang yang mengenal Wentira termangu-mangu, merinding mendengar cerita Andy yang begitu yakin, bahwa dia bukan saja berhubungan langsung dengan orang yang mengaku dari Wentira, tetapi beberapa kali ia mengunjung Wentira, tinggal di sana beberapa waktu, bahkan telah menyelesaikan proyek yang tiada terkira artinya baginya.
"Tahukah Mas Andy apa itu Wentira?"
"Ya, saya tidak mengira bahwa di Palu ada daerah seramai dan semodern itu," kata Andy.
Mati, Mas Andy telah percaya pada eksistensi dunia maya sebagai benar-benar ada,tangible seperti kartu nama yang dipegangnya. Lanjut Andy, seperti mimpi, “Tak ada dalam bayangan saya, bahwa saya bakal bisa menjumpai kota abad 21 seperti Paris-La Defense di situ. Taman kotanya mengingatkan saya pada Parc Culturel Urbain de la Villette, dengan monumen berupa tangga merah melingkar yang oleh orang sana disebut Folies. Sejarah masa depan arsitektur seakan telah dimulai dari situ, dalam bentuk arsitektur virtual, arsitektur maya, sesuatu yang hanya dimungkinkan perencanaannya setelah kemajuan proses komputer…”
Pendengarnya takjub, sekaligus makin tidak paham. Mereka geleng-geleng kepala. “Anak ini benar-benar telah dibawa jin ke Wentira…”
***
BEGITULAH, konon orang yang mengaku baru pulang dari tanah paling suci tadi, meminta Andy untuk datang ke Wentira, untuk membangunkan rumah baru baginya.
"Saya tidak pernah membangun rumah tinggal pribadi Pak…," kata Andy sopan, menolak secara halus tawaran orang itu.
"Tapi Pak Andy arsitek?"
"Ya, tetapi kegiatan saya lebih banyak pada perencanaan kota," ujarnya. Ia ingin menerangkan lebih lanjut, bahwa dia adalah urban designer, dengan proyek-proyek begitu luas lingkupnya, dari penataan kembali ruang kumuh bagi masyarakat miskin sampai pembangunan kota modern untuk lokasi perkantoran dan bangunan-bangunan komersial, tetapi ia pikir itu semua kurang ada gunanya.
Yang diajaknya bicara, tersenyum arif. “Kalau begitu tidak apa-apa. Pak Andy tidak perlu merasa punya beban atas permintaan saya. Saya selalu merasa, bisa berkenalan dengan seseorang saja sudah suatu berkah, melebihi apa saja, apalagi hanya dibanding rumah. Oleh karenanya saya akan mengundang Pak Andy ke Wentira saja. Nanti seseorang akan menyediakan tiket. Pak Andy bisa berangkat kapan saja, pokoknya tinggal beri tahu kami, dan nanti kami akan menjemput di airport. Belum pernah kan, ke Wentira? Anggaplah ini hanya ajakan berpiknik dan berteman, tidak ada yang lain…,” ucap tamunya santun.
Andy yang halus perasaannya, tidak berkutik. Dia tarmangu-mangu memandang tamunya yang datang seperti angin, dan berlalu sebagai angin pula. Langkahnya begitu ringan seperti rase terbang. Bau tubuh yang ditinggalkannya adalah wangi hutan ketika dunia -dalam bahasa Andy sendiri-masih terjaga oleh matriks pusat-pusat kosmos yang sakral. Ia teringat aurora alam yang membesarkan dirinya, berupa candi-candi yang sebenarnya merupakan Mehru -pusat kosmos yang merupakan sumbu bumi yang menjulang ke atas menggapai surga tertinggi. Pesan hidup seperti itulah yang telah membawanya menjadi seorang arsitek, yang urusannya kemudian bukan membangun rumah, melainkan ingin membawa manusia menuju ke kemuliannya lewat lingkungan yang terjaga keseimbangan kosmosnya.
Mendadak dia menangkap suatu hawa yang seakan menyedotnya untuk segera hadir di Wentira. Entah nyata atau tidak ini semua, ia sendiri merasa datang ke Wentira dengan naik pesawat dengan tiket yang sudah disediakan, dan di airport sudah tersedia mobil bagus barikut sopir menjemputnya.
Pengalaman berikutnya dirasakannya sebagai mimpi. Ia nyaris tak mempercayai penglihatannya, bahwa Wentira adalah daerah ultra modern yang padanannya hanya bisa dia dapat pada referensi baik ketika ia sekolah mengenai sejarah urban dan desain di Wisconsin, Amerika, ataupun pada perencanaan urban dan regional di Glasgow, Inggris.
Dia melihat piramid kaca dengan konstruksi besi yang dibangun dengan berani dan manis, sebagai bagian pintu masuk dari bangunan besar yang kata si sopir, tempat menyimpan barang-barang berharga, dari patung Medusa karya Gericault, sampai ke maket sebuah museum di Berlin karya Daniel Libeskind yang merupakan tonggak bangunan paska-modernisme. Seketika Andy merasa kecil, dan menyesali belaka atas impresi yang hendak ia tunjukkan pada tamu yang telah mengundangnya ke Wentira ini.
"Siapa sebenarnya dia? Dan daerah apa pula ini?" kata Andy dalam hati.
Tempat tinggal orang yang mengundangnya itu sendiri berupa bangunan dengan facadeboleh dikata terdiri hanya dari tiga elemen: kaca, besi, dan sesuatu yang serba putih, entah apa materinya, ia kurang mengenalinya. Sepintas ia teringat Georges Pompidou Centre di Paris. “Semua bentuk ini mengambil primary form. Ia mengonsepkan bangunan ini dalam era modernisme,” ucap Andy, lagi-lagi hanya dalam hati. Ia mengamati segalanya dengan gumun. Bisiknya, “Benar, primary form. Yang ada hanya bentuk kotak-kotak seperti lukisan Picasso, serta warna-warna dasar seperti dipakai Mondrian.”
Pikirannya masih melayang ke mana-mana, ketika dia dikejutkan oleh sambutan tuan rumah yang luar biasa hangat.
"Sampai juga kan, di sini. Jangan merasa sebagai tamu, dan jangan sungkan untuk menunjuk atau melakukan apa saja yang Pak Andy suka," kata si tuan rumah. Di rumah yang seperti "miniatur Georges Pompidou Centre’ ini rupanya tinggal keluarga besar. Tuan rumah mengenalkan istri, anak, saudara istri, keponakan, dan lain-lain yang sulit diingat Andy satu-persatu. Yang jelas, wajah mereka tampan-tampan dan cantik-cantik.
Ia dijamu berbagai makanan, yang katanya merupakan makanan khas setempat. Ada sup sumsum sapi yang bernama kaledo, minuman yang sangat mengesankan rasanya, disajikan dalam keadaan hangat, bernama saraba, dan lain-lain. Belum lagi lobsternya, yang terasa tak ada duanya. Benar-benar santapan raja. Berangsur-angsur Andy merasa betah. Ada proses sedemikian rupa yang tidak dia pahami, dimana dia kemudian merasa seperti di rumah sendiri.
Pagi hari, seiring sarapan, kepadanya disajikan juice buah-buahan seperti wortel, jeruk, yang kesegaran buah-buahannya lagi-lagi mengingatkannya ketika dia bersekolah di Amerika dan Inggris. Akhirnya, dia tak bertanya-tanya lagi, di mana dia ini sebenarnya. Ia hanya tahu, ini Wentira -sebuah daerah ultra modern yang untuk sebagian orang barangkali hanya dianggap mimpi. Dia menerima Wentira dengan segenap jiwa, menerimanya sebagaimana adanya…
***
DUNIA wadah manusia dan dunia maya entah alam mana, gagasan paling scientific dan mimpi, bertaut-taut menjadi satu. Para staf dan pegawainya di kantor agak heran setiap kali “bos”-nya itu memberi briefing mengenai proyek di Wentira. Tidak seperti pada proyek-proyek yang lain, setiap kali bicara mengenai Wentira, si bos berubah menjadi pendongeng, dengan dongeng yang memukau. Sampai-sampai, staf andalannya, arsitek wanita paling cantik sekantor, mengaku terbawa mimpi tentang Wentira.
"Pak, saya ingin ikut ke Wentira, menginap di sana," kata staf tersebut.
"Hush…," Andy menukas.
Sekian waktu kemudian proyek tersebut terselesaikan. Ketika ia menyerahkan bangunan yang telah selesai kepada pemesannya, sebenarnya Andy masih ditahan untuk tidak meninggalkan Wentira. Diam-diam, keluarga besar itu ingin menjodohkan Andy dengan putri setempat, salah satu kerabat mereka, yang belum menikah.
"Dia cantik, seperti bintang film Maggie Cheung," katanya. "Namun saya tidak tertarik, karena wanita semacam itu terkesan galak di mata saya. Suka menggampar, menyiram air ke muka orang, bahkan seperti dalam film, diceritakan dia hendak membunuh raja. Saya tidak suka wanita yang galak. Saya mencari wanita yang romantis…," kenang Andy sambil tertawa.
"Untung Mas Andy tidak mau dijodohkan di situ. Kalau mau, Mas Andy tidak akan pernah kembali ke dunia nyata," komentar orang yang mendengar ceritanya.
Semua orang menganggap, dunia yang diceritakan Andy adalah dunia gaib, dunia alam maya yang tidak ada di dunia nyata. Sebaliknya, Andy percaya sepenuhnya, bahwa Wentira adalah dunia nyata, bahkan sampai “Maggie Cheung” tadi pun benar-benar ada..
6. Cerita warga Palu
"kata orang Palu, dulu ada kejadian sopir yang engga sengaja masuk
desa wentiran, kata sopir itu wentira seperti kota impian, kota
bertechnologi tinggi dan tidak ada kota secanggih kota wentira. Lalu ia
disambut baik dengan penduduk wentira. selang beberapa saat, sopir itu di suguhkan makan berupa nasi. Nasi itu ada 3 pilihan, nasi berwarna putih, kuning dan hitam.
lalu karna sang sopir itu terbiasa makan nasi putih maka ia memilih
untuk memakan nasi putih tersebut. setelah memakannya, seketika ia sadar
dia ada di tengah hutan. lalu ia berlari keluar hutan, beruntung ia
bertemu oleh petani setempat dan menceritakan kejadian tersebut. dan
yang membuat sopir itu kaget adalah ia baru merasakan desa wentiran 1
jam, tapi waktu sudah terlewati 15 tahun!! gilaa!! lalu sang sopir
bertanya apa maksud warna nasi yang di suguhkan penduduk desa wentira kepadanya. lalu petani itu menjelaskan kalau
memakan nasi putih, ia akan kembali ke dunia, kalau nasi kuning ia akan
menjadi penduduk wentira selamanya. dan andai saja memakan nasi hitam
dia akan mati seketika setelah memakannya. alangkah
beruntungnya sang sopir itu ketika ia memakan nasi putih dan bisa
kembali ke dunia, meskipun 15 tahun sudah ia lewati” begitulah cerita
yang di sampaikan.
7. Seseorang, dengan identitas seleb_celebes
memposting cerita ini di sebuah forum. Berikut kisahnya.
Untuk masuk ke Wentira, tidak boleh sembarangan, hanya yang dikehendaki dan diizinkan oleh penghuni Wentira yang boleh masuk. Nah, paman teman saya ini termasuk orang yang diizinkan, karena dia melakukan ritual-ritual ditemani oleh orang2 pintar di sekitar daerah itu. Sementara kalau orang yang dikehendaki biasanya orang yang katanya kalau lewat tidak permisi (kulo nowon) dulu, lewat dengan sombongnya, dan biasanya yang seperti ini tidak pernah lagi kembali keluar. Pernah ada kejadian mobil melintas di tengah jembatan tetapi sebelum sampai diujung jembatan sudah keburu menghilang, kata penduduk sekitar masuk kedalam Wentira.
Menurut cerita paman teman saya itu alam di dalam Wentira didominasi warna kuning keemasan dimana penghuninya hidup sangat sejahtera dan tidak ada yang miskin, kehidupan disana laiknya kehidupan normal, semua ada baik gedung, kendaraan dll tapi semuanya serba mewah.
Menurut cerita orang-orang di sekitar pegunungan Sulawesi Tengah yang katanya juga masuk kedalam area Wentira, kadang-kadang ada penghuni Wentira yang keluar untuk berbelanja di pasar-pasar tradisional, ciri-cirinya yang utama adalah tidak ada garis pemisah diatas tengah bibir seperti layaknya manusia normal, kalau mereka muncul tetap dilayani tetapi tidak ada yang berani mengganggu.
memposting cerita ini di sebuah forum. Berikut kisahnya.
Untuk masuk ke Wentira, tidak boleh sembarangan, hanya yang dikehendaki dan diizinkan oleh penghuni Wentira yang boleh masuk. Nah, paman teman saya ini termasuk orang yang diizinkan, karena dia melakukan ritual-ritual ditemani oleh orang2 pintar di sekitar daerah itu. Sementara kalau orang yang dikehendaki biasanya orang yang katanya kalau lewat tidak permisi (kulo nowon) dulu, lewat dengan sombongnya, dan biasanya yang seperti ini tidak pernah lagi kembali keluar. Pernah ada kejadian mobil melintas di tengah jembatan tetapi sebelum sampai diujung jembatan sudah keburu menghilang, kata penduduk sekitar masuk kedalam Wentira.
Menurut cerita paman teman saya itu alam di dalam Wentira didominasi warna kuning keemasan dimana penghuninya hidup sangat sejahtera dan tidak ada yang miskin, kehidupan disana laiknya kehidupan normal, semua ada baik gedung, kendaraan dll tapi semuanya serba mewah.
Menurut cerita orang-orang di sekitar pegunungan Sulawesi Tengah yang katanya juga masuk kedalam area Wentira, kadang-kadang ada penghuni Wentira yang keluar untuk berbelanja di pasar-pasar tradisional, ciri-cirinya yang utama adalah tidak ada garis pemisah diatas tengah bibir seperti layaknya manusia normal, kalau mereka muncul tetap dilayani tetapi tidak ada yang berani mengganggu.
8. Kisah nyata penjual sapi
Yang bisa dikatakan beruntung ini menggemparkan di awal bulan ini.
Disaat harga sapi melambung akibat daging sapi langka di pasaran,
seorang penjual sapi asal kabupaten luwuk sulawesi tengah menjual sapi
nya dari daerah menuju ke kota palu.
Dengan menggunakan sebuah truk, penjual sapi yang bersuku bali tersebut membawa 1 truk full sapi berharap menjualnya dengan harga tinggi di kota palu. Sebelum sampai di kota palu, tepatnya di jembatan wentira (yang terkenal angker) truknya dihentikan oleh seseorang.
Seseorang yang ingin membeli semua sapinya sudah tua namun terlihat masih sehat. Si penjual sapi tersenyum tampak sedikit tak percaya. mana mungkin ditengah hutan gini ada yang mau borong semua sapinya. (begitu pikirnya dalam hati)
Tanpa basa-basi si pembeli langsung mengeluarkan uang tunai dan membayar semua sapinya. Si penjual sapi juga tidak curiga sama sekali dengan si pembeli. Yang ada dalam pikirannya hanya gembira akibat semua sapinya laku terjual.
Dan yang lebih mengejutkan si penjual yaitu si pembeli justru memesan 1 truk sapi lagi. Si penjual tentu menyanggupi dengan meminta uang muka sebagai tanda jadi.Namun si pembeli justru membayar penuh. Si penjual kemudian tidak jadi melanjutkan perjalanannya ke kota palu. Ia kembali ke rumahnya yang berjarak 700 kilometer dari wentira itu untuk mengambil sapi yang sudah dipesan tersebut.
Perjalanan 1 hari 1 malam di tempuhnya, sesudah ia memuat sapi - sapinya. Si penjual kembali berangkat untuk menepati janjinya. Sesampainya di jembatan wentira yang sepi itu, ia mencoba menghubungi nomer handphone si pembeli. Namun tidak aktif…
Berkali - kali juga tetap sama, si penjual memutuskan untuk menunggu. Sesuai janji pada hari itu si pembeli ingin bertemu lagi di situ. 1 hari 1 malam berlalu, si penjual sapi dengan anak buahnya sudah tampak lelah menunggu. Tetapi si pembeli tidak muncul, padahal ia sudah membayar semua sapi tersebut.
Dengan menggunakan sebuah truk, penjual sapi yang bersuku bali tersebut membawa 1 truk full sapi berharap menjualnya dengan harga tinggi di kota palu. Sebelum sampai di kota palu, tepatnya di jembatan wentira (yang terkenal angker) truknya dihentikan oleh seseorang.
Seseorang yang ingin membeli semua sapinya sudah tua namun terlihat masih sehat. Si penjual sapi tersenyum tampak sedikit tak percaya. mana mungkin ditengah hutan gini ada yang mau borong semua sapinya. (begitu pikirnya dalam hati)
Tanpa basa-basi si pembeli langsung mengeluarkan uang tunai dan membayar semua sapinya. Si penjual sapi juga tidak curiga sama sekali dengan si pembeli. Yang ada dalam pikirannya hanya gembira akibat semua sapinya laku terjual.
Dan yang lebih mengejutkan si penjual yaitu si pembeli justru memesan 1 truk sapi lagi. Si penjual tentu menyanggupi dengan meminta uang muka sebagai tanda jadi.Namun si pembeli justru membayar penuh. Si penjual kemudian tidak jadi melanjutkan perjalanannya ke kota palu. Ia kembali ke rumahnya yang berjarak 700 kilometer dari wentira itu untuk mengambil sapi yang sudah dipesan tersebut.
Perjalanan 1 hari 1 malam di tempuhnya, sesudah ia memuat sapi - sapinya. Si penjual kembali berangkat untuk menepati janjinya. Sesampainya di jembatan wentira yang sepi itu, ia mencoba menghubungi nomer handphone si pembeli. Namun tidak aktif…
Berkali - kali juga tetap sama, si penjual memutuskan untuk menunggu. Sesuai janji pada hari itu si pembeli ingin bertemu lagi di situ. 1 hari 1 malam berlalu, si penjual sapi dengan anak buahnya sudah tampak lelah menunggu. Tetapi si pembeli tidak muncul, padahal ia sudah membayar semua sapi tersebut.
- Si penjual memutuskan meneruskan perjalanannya ke kota palu untuk
menjual sapinya. Karena tidak mungkin pulang dalam kondisi sapinya pun
sudah kekurangan persediaan rumput. Akibat lama menunggu si pembeli di
wentira.
Setelah sampai di pasar induk kota palu, si
penjual sapi bercerita kepada orang di pasar tersebut tentang ceritanya
yang menjual sapi di wentira. Orang - orang di pasar justru terkejut,
karena seperti yang orang banyak ketahui bahwa wentira dikabarkan sebuah
kota alam ghaib yang di huni para jin. Seluruh rumah di kota wentira
terbuat dari emas, dikarenakan jin yang menghuni kota wentira semua kaya
raya.
Sampai detik ini juga si penjual sapi masih hidup, bahkan ia bersyukur sekali mengalami kejadian tersebut tetapi masih seperti tidak percaya. Kalo pasnem sih penasaran aja setiap lewat kawasan wentira memang sepi banget.. Ditengah hutan, jauh kesana sini.
Sampai detik ini juga si penjual sapi masih hidup, bahkan ia bersyukur sekali mengalami kejadian tersebut tetapi masih seperti tidak percaya. Kalo pasnem sih penasaran aja setiap lewat kawasan wentira memang sepi banget.. Ditengah hutan, jauh kesana sini.
Untuk melewati kawasan Kebun Kopi seperti yang disebut diatas,
kawasan ini dikenal cukup berat, menanjak dengan kemiringan tajam. Belum
lagi sering terjadi longsong. Jembatan itu masih ada, dan bahkan
sekarang ada sebuah tugu berwarna kuning bertuliskan NGAPA UWENTIRA.
Ngapa dalam bahasa Kaili berarti Kampung,Negeri atau Kota. Uwentira
berarti tidak kasat mata. Jadi NGAPA UWENTIA berarti Kota UWENTIRA.
Sampai sekarang keanehan WENTIRA tersebut masih di saksikan oleh beberapa orang yang belum tahu cerita tentang WENTIRA dan masih banyak kesaksian tentang besarnya Kota WENTIRA.
Sampai sekarang keanehan WENTIRA tersebut masih di saksikan oleh beberapa orang yang belum tahu cerita tentang WENTIRA dan masih banyak kesaksian tentang besarnya Kota WENTIRA.
Agen Taruhan Sabung Ayam Online Terpercaya Indonesia!
BalasHapusSabung Ayam S128 | SV388 | Kungfu Chicken
Tersedia Smartphone Aplikasi Untuk Android / iOS.
Minimal Deposit / Withdraw Hanya Rp.50.000,- Langsung Saja Gabung Dengan Kami www. bolavita. site
Hubungi Customer Service Kami Untuk Info Lengkap (24 Jam ) :
BBM: BOLAVITA
WA: +62812-2222-995
Line : cs_bolavita