Add caption |
Atlantis, Benua yang Hilang Akhirnya Ditemukan (Atlantis the Lost
Continents Finally Found), demikian judul buku karya Prof Arysio Nunes
dos Santos yang dirilis pada bulan Agustus 2005. Dalam buku ini ia
menjelaskan Teori tentang Atlantis dengan menggunakan argumen yang
sangat luas dan kuat, dari yang bersifat ilmiah ketat, seperti Geologi,
Linguistik, dan Antropologi, hingga yang lebih misterius dan gaib
(Okultisme, Simbolisme, Mitologi, dll.)
Dos Santos adalah seorang ilmuwan profesional dengan gelar PhD dalam
fisika nuklir dan dosen lepas Kimia-Fisik. Penulis ini telah
mendedikasikan dirinya dengan sangat intensif untuk mempelajari masalah
Atlantis paling tidak selama 30 tahun terakhir hingga kini. Dialah orang
pertama yang menghubungkan peristiwa bencana Zaman Es terakhir (11.600
tahun lalu) dengan bencana air bah yang melanda seluruh dunia serta
kehancuran Atlantis. Prof Santos berhasil menemukan situs yang sangat
memenuhi syarat sebagai lokasi Benua yang Hilang. Ini merupakan temuan
situs yang tak tertandingi sebagai situs yang paling logis yang pernah
diusulkan, dan yang paling cocok dengan semua fitur yang disebutkan oleh
filsuf Yunani Plato, dan juga yang telah disebutkan melalui
sumber-sumber yang lain.
Pembaca akan dihadapkan dengan suatu fakta kenyataan berdasar
bukti-bukti yang sangat kuat mengenai segala macam hal yang berkaitan
dengan keberadaan Atlantis. Dan karena ditulis oleh seorang ilmuwan
terkenal yang kompeten, maka cukup untuk mengguncang keyakinan bagi
siapa saja, bahkan bagi orang yang paling skeptis sekalipun.
Di mana ditemukannya Atlantis?
Secara tegas dinyatakan oleh Prof Santos melalui bukunya tersebut bahwa, lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11600 tahun yang lalu itu adalah Indonesia.
Secara tegas dinyatakan oleh Prof Santos melalui bukunya tersebut bahwa, lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11600 tahun yang lalu itu adalah Indonesia.
Selama ini, benua yang diceritakan Plato 2500 tahun yang lalu itu
adalah benua yang dihuni oleh bangsa Atlantis yang memiliki peradaban
yang sangat tinggi dengan alamnya yang sangat kaya, yang kemudian hilang
tenggelam ke dasar laut oleh bencana banjir dan gempa bumi sebagai
hukuman dari para Dewa. Kisah Atlantis ini dibahas dari masa ke masa,
dan upaya penelusuran pun terus dilakukan guna menemukan sisa-sisa
peradaban tinggi yang telah dicapai oleh bangsa Atlantis itu.
Pencarian dilakukan di samudera Atlantik, Laut Tengah, Karibia,
sampai ke Kutub Utara. Pencarian ini sama sekali tidak ada hasilnya,
sehingga sebagian orang beranggapan bahwa yang diceritakan Plato itu
hanyalah khayalan dari negeri dongeng semata.
Profesor Santos yang juga ahli Fisika Nuklir ini menyatakan bahwa
Atlantis tidak pernah ditemukan karena dicari di tempat yang salah.
Lokasi yang benar secara meyakinkan berdasarkan bukti-bukti yang
dikumpulkan Santos, adalah Indonesia. Profesor Santos mengatakan bahwa
dia sudah meneliti kemungkinan lokasi Atlantis selama hampir 30 tahun
terakhir.
Ilmu yang digunakan Santos dalam menelusur lokasi Atlantis ini adalah
ilmu Geologi, Astronomi, Paleontologi, Archeologi, Linguistik,
Ethnologi, dan Komparative Mitologi. Bagi yang ingin mengetahui
kualifikasi Santos secara lengkap dapat dilihat di alamat ini: http://atlan.org/author/resume.htm
Buku Santos ini yang diantaranya dipasarkan lewat ‘Amazon.com’
ternyata laris manis. Bahkan konon bukunya ini terlink ke lebih dari 400
buah situs di internet, dan website-nya sendiri menurut Santos hingga
kini telah dikunjungi paling kurang sebanyak dua setengah juta
pengunjung.
Bila pemerintah RI cukup tanggap dan peka, sebenarnya ini merupakan
iklan gratis alias promosi untuk mengenalkan Indonesia secara efektif ke
seantero jagat dengan tidak memerlukan dana kampanye serupiah pun.
Sebagaimana dapat diikuti dari website-nya, Plato menulis tentang
Atlantis pada masa dimana Yunani masih menjadi pusat kebudayaan Dunia
Barat (Western World). Sampai saat ini belum dapat diketahui secara
pasti, apakah sang ahli filsafat ini hanya menceritakan sebuah mitos,
moral fabel, science fiction, ataukah sebuah kisah sejarah yang
sebenarnya. Ataukah pula dia menjelaskan sebuah fakta secara jujur bahwa
Atlantis adalah sebuah realitas absolut?
Plato bercerita bahwa Atlantis adalah sebuah negara makmur dengan
emas, batuan mulia, dan merupakan ‘mother of all civilazation’ dengan
kerajaan berukuran benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, ilmu
metalurgi, memiliki jaringan irigasi dan transportasi yang baik, serta
kehidupan berkesenian, tarian, teater, musik, dan olahraga yang sangat
semarak.
Warga Atlantis yang semula merupakan orang-orang terhormat dan kaya,
kemudian berubah menjadi ambisius, egois dan hedonis. Para Dewa kemudian
menghukum mereka dengan mendatangkan banjir, letusan gunung berapi, dan
gempa bumi yang demikian dahsyatnya sehingga menenggelamkan seluruh
benua itu hingga ke dasar lautan.
Kisah-kisah sejenis atau mirip kisah Atlantis ini yang berakhir
dengan bencana banjir dan gempa bumi, ternyata juga ditemui dalam
kisah-kisah sakral tradisional di berbagai bagian dunia, yang umumnya
diceritakan dalam bahasa lokal (setempat).
Menurut Santos, ukuran waktu yang diberikan Plato 11600 tahun BP
(Before Present), secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es
atau Zaman Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan gempa
yang sangat hebat. Bencana ini menyebabkan punahnya 70% dari spesies
mamalia yang hidup saat itu, termasuk kemungkinan juga dua spesies
manusia, Neandertal dan Cro-Magnon.
Sebelum terjadinya bencana banjir menyeluruh itu, pulau Sumatera,
Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara masih menyatu dengan semenanjung
Malaysia dan benua Asia.
Posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonis yang saling
menekan, yang menimbulkan sederetan gunung berapi mulai dari Sumatera,
Jawa, Nusa Tenggara, dan terus ke Utara sampai ke Filipina yang
merupakan bagian dari jalur api ‘Ring of Fire’.
Gunung utama yang disebutkan oleh Santos, yang memegang peranan
penting dalam bencana ini adalah gunung Krakatau dan ‘sebuah gunung
lain’ (kemungkinan gunung Toba). Sedangkan gunung lain yang
disebut-sebut dalam kaitannya dengan kisah-kisah mitologi adalah gunung
Semeru, gunung Agung, dan gunung Rinjani.
Bencana alam beruntun ini menurut Santos dimulai dengan ledakan
dahsyat gunung Krakatau, yang memusnahkan seluruh gunung itu sendiri,
dan membentuk sebuah kaldera besar yang sekarang menjadi selat Sunda
yang memisahkan antara pulau Sumatera dan Jawa.
Letusan ini menimbulkan tsunami dengan gelombang laut yang sangat
tinggi, yang kemudian menutupi dataran-dataran rendah di antara Sumatera
dengan Semenanjung Malaysia, di antara Jawa dan Kalimantan, dan antara
Sumatera dan Kalimantan.
Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa ‘fly-ash’ naik tinggi
ke udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang pada masa itu
sebagian besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene) . Abu ini
kemudian turun dan menutupi lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es
kemudian mencair sebagai akibat panas matahari yang diserap oleh lapisan
abu tersebut.
Gletser di kutub Utara dan Eropa kemudian meleleh dan mengalir ke
seluruh bagian bumi yang rendah, termasuk Indonesia. Banjir akibat
tsunami dan lelehan es inilah yang menyebabkan air laut naik sekitar 130
meter di atas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di Indonesia
tenggelam di bawah permukaan laut, dan yang tinggal adalah dataran
tinggi dan puncak-puncak gunung berapi.
Tekanan air yang besar ini menimbulkan tarikan dan tekanan yang hebat
pada lempeng-lempeng benua, yang selanjutnya menimbulkan
letusan-letusan gunung berapi secara beruntun, dan disusul dengan gempa
bumi yang dahsyat. Akibatnya adalah berakhirnya Zaman Es Pleistocene
secara dramatis.
Dalam bukunya, Plato menyebutkan bahwa Atlantis adalah negara makmur
yang bermandi matahari sepanjang waktu. Padahal zaman pada waktu itu
adalah Zaman Es, dimana temperatur bumi secara menyeluruh adalah
kira-kira 15 derajat Celcius lebih dingin dibanding saat ini. Lokasi
yang bermandi sinar matahari pada waktu itu hanyalah Indonesia yang
memang terletak di garis khatulistiwa.
Plato juga menyebutkan bahwa luas benua Atlantis yang hilang itu
“….lebih besar dari Lybia (Afrika Utara) dan Asia Kecil digabung jadi
satu…” Luas ini persis sama dengan luas kawasan Indonesia ditambah
dengan luas Laut China Selatan.
Menurut Profesor Santos, para ahli yang umumnya berasal dari Barat,
berkeyakinan teguh bahwa peradaban manusia berasal dari dunia mereka.
Tapi realitas menunjukkan bahwa Atlantis berada di bawah perairan
Indonesia dan bukan di tempat lain.
Santos telah menduga hal ini lebih dari 20 tahun yang lalu sewaktu
dia mencermati tradisi-tradisi suci dari Yunani, Roma, Mesir,
Mesopotamia, Phoenicia, Indian-Amerika, Hindu, Budha, dan
Judeo-Christian. Walaupun dikisahkan dalam bahasa mereka masing-masing,
ternyata istilah-istilah yang digunakan banyak yang merujuk ke hal atau
kejadian yang sama.
Santos menyimpulkan bahwa penduduk Atlantis terdiri dari beberapa
suku/etnis, dimana 2 buah suku terbesar adalah Arya dan Dravida. Semua
suku bangsa ini sebelumya berasal dari Afrika 3 juta tahun yang lalu,
yang kemudian menyebar ke seluruh Eropa, Asia dan ke Timur sampai ke
Australia lebih kurang 1 juta tahun yang lalu. Di Indonesia mereka
menemukan kondisi alam yang ideal untuk berkembang, yang menumbuhkan
pengetahuan tentang pertanian serta peradaban secara menyeluruh. Ini
terjadi pada zaman Pleistocene.
Pada Zaman Es itu, Atlantis adalah surga tropis dengan padang-padang
yang indah, gunung, batu-batu mulia, berbagai jenis metal, parfum,
sungai, danau, saluran irigasi, pertanian yang sangat produktif, istana
emas dengan dinding-dinding perak, gajah, dan bermacam hewan liar
lainnya.
Jadi menurut Prof Santos, hanya Indonesia-lah yang sekaya ini.
Ketika bencana yang diceritakan di atas terjadi, dimana air laut naik
setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa
keluar dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, serta
Amerika melalui selat Bering.
Suku Arya yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di
lembah Indus. Karena glatsier Himalaya juga mencair dan menimbulkan
banjir di lembah Indus, mereka akhirnya bermigrasi lebih lanjut ke
Mesir, Mesopotamia, Palestina, Afrika Utara, dan Asia Utara. Di
tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali
budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.
Catatan terbaik dari tenggelamnya benua Atlantis ini dicatat di India
melalui tradisi-tradisi suci di daerah seperti Lanka, Kumari Kandan,
Tripura, dan lain-lain. Mereka adalah pewaris dari budaya yang tenggelam
tersebut. Sedang suku Dravida yang berkulit lebih gelap tetap tinggal
di Indonesia .
Migrasi besar-besaran ini dapat menjelaskan timbulnya secara
tiba-tiba atau seketika teknologi maju seperti pertanian, pengolahan
batu mulia, metalurgi, agama, dan diatas semuanya adalah bahasa dan
abjad di seluruh dunia selama masa yang disebut Neolithic Revolution.
Bahasa-bahasa di seluruh dunia dapat ditelusur berasal dari Sanskerta
dan Dravida. Karenanya bahasa-bahasa di dunia sangat maju dipandang dari
gramatika dan semantik.
Contohnya adalah abjad. Semua abjad menunjukkan adanya “sidik jari”
dari India yang pada masa itu merupakan bagian yang integral dari
Indonesia. Dari Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian
berkembang menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti,
Yunani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lain-lain.
Budaya-budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip. Nama Atlantis
diberbagai suku bangsa disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala,
Thule, Tollan, Aztlan, Tluloc, dan lain-lain.
Itulah ringkasan teori Profesor Santos yang ingin membuktikan bahwa
benua Atlantis yang hilang itu sebenarnya berada di Indonesia.
Bukti-bukti yang menguatkan Indonesia sebagai Atlantis, dibandingkan
dengan lokasi alternatif lainnya disimpulkan Profesor Santos dalam suatu
matriks yang disebutnya sebagai ‘Checklist’ (Silakan lihat di sini: http://atlan.org/articles/checklist/#checklist).
Terlepas dari benar atau tidaknya teori ini, atau dapat dibuktikannya
atau tidak kelak keberadaan Atlantis di bawah laut Indonesia, teori
Profesor Santos ini hingga sekarang ternyata mampu menarik perhatian
orang-orang luar ke Indonesia.
Teori ini juga disusun dengan argumentasi atau hujjah yang cukup
jelas dan kuat. Kalau ada yang beranggapan bahwa kualitas bangsa
Indonesia sekarang sama sekali “tidak meyakinkan” untuk dapat dikatakan
sebagai nenek moyang dari bangsa-bangsa maju yang diturunkannya itu,
maka ini adalah suatu proses maju atau mundurnya peradaban yang memakan
waktu lebih dari sepuluh ribu tahun.
Contoh kecilnya, adalah perbandingan tentang orang Malaysia dan
Indonesia; dimana 30-an tahun yang lalu mereka masih belajar dari kita,
tapi sekarang mereka relatif sudah berada beberapa langkah di depan
kita.
Allah SWT juga berfirman bahwa nasib manusia ini memang Dia
pergilirkan. Yang hidup mulia (berkuasa) pada suatu saat akan menjadi
hina (tertindas), dan sebaliknya. “… dan Kami mempergilirkan sejarah
yang berlaku di antara manusia ….” (Surat Ali ‘Imran: 140) “Maka setelah
datang keputusan Kami, Kami jadikan yang di atas menjadi yang di bawah
….” (Surat Hud: 82). Inilah “Cakra Manggilingan”, atau Roda Kehidupan
yang senantiasa berputar.
Profesor Santos masih akan terus melakukan penelitian lapangan lebih
lanjut guna lebih banyak lagi mendapatkan bukti atas teorinya. Kemajuan
teknologi masa kini seperti satelit yang mampu memetakan dasar lautan,
kapal selam mini untuk penelitian (sebagaimana yang digunakan untuk
menemukan kapal ‘Titanic’), dan beragam peralatan canggih lainnya
diharapkannya akan membantu mencari bukti-bukti pendukung yang kini
diduga masih tersembunyi di dasar laut Indonesia.
Apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan bangsa Indonesia?
Bagaimana pula para pakar dan ilmuwan Indonesia dari pelbagai disiplin
ilmu menanggapi teori yang sebenarnya “mengangkat” Indonesia ke posisi
yang sangat terhormat ini? Yakni Indonesia sebagai asal usul peradaban
bangsa-bangsa seluruh dunia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar